Instagram

Perbandingan CBR 250 dengan Ninja 250



Ketika Kawasaki memperkenalkan produk Ninja 250 kepada pasar sepeda motor di Indonesia, konsumen menjadi gempar dan sinis. Kegemparan terjadi karena setelah vakum selama hampir 20 tahun, muncul lagi motor 4 tak di kelas 250 (terakhir yang muncul adalah Suzuki Thunder 250). Tidak tanggung-tanggung, sepeda motor yang muncul adalah tipe sport, mirip superbike mini. Kesinisan juga timbul lantaran banyak yang ragu apabila konsumen sepeda motor Indonesia berminat dengan produk ini karena ada anggapan sepeda motor dengan CC besar akan mengkonsumsi banyak bahan bakar, berat, tidak praktis di jalan yang semakin lama semakin macet, dan mahal. Biarpun begitu, Kawasaki tetap maju teras dan berhasil memanen keuntungan finansial yang besar. Setelah lebih dari 2 tahun menjadi satu-satunya pemain di kelas 250 di Indonesia, Kawasaki mendapat saingan baru dari Honda yang memutuskan terjun dengan CBR 250cc. Persaingan dalam kelas 250 timbul bukan hanya antara perusahaan Kawasaki dan Honda tapi juga diantara pengguna kedua sepeda motor tersebut. Seperti biasa, hal yang diperdebatkan adalah sepeda motor mana yang lebih baik. Seperti biasa pula, para pengguna sepeda motor CBR dan Ninja 250 selalu menggunakan parameter tenaga daya kuda dan kecepatan puncak (top speed) sebagai penentu sepeda motor yang bagus. Sayangnya, kedua parameter tersebut tidak cukup lantaran bagus tidaknya sepeda motor juga harus dilihat dari kinerja sepeda motor di jalan raya. Sebagai usaha untuk melihat sepeda motor mana yang paling baik, saya akan membahasany mulai dari hal yang paling dasar dan nyata, konfigurasi silinder.
Mesin 1 Silinder vs Multisilinder
Kawasaki Ninja 250 cc menggunakan konfigurasi mesin 2 silinder paralel sedangkan Honda CBR 250 cc menerapkan 1 silinder saja. Orang awam sering menganggap bila mesin multi silinder lebih baik daripada 1 silinder saja. Pendapat ini ada benarnya namun bukan berarti mesin ini tidak memiliki kekurangan. Perbandingan antara mesin 1 dan multi silinder adalah sebagai berikut.
Motor 1 silinder adalah motor yang sederhana. Dengan satu silinder, mesin ini memiliki kinerja yang lebih sederhana lebih mudah dirawat (baca: servis) meningat mekanik hanya perlu menangani satu piston, 4 klep, dan onderdil lainnya yang tidak memiliki susunan rumit. Terkait produksi tenaga, mesin 1 silinder unggul dalam menyalurkan tenaga secara halus (smooth power delivery) dan ini berimbas pada kemudahan dalam mengendarai dan mengendalikan produksi tenaga dari mesin. Transfer tenaga (power delivery) lebih halus sehingga mesin ini sangat bersahabat dengan pengendara, khususnya bagi mereka yang baru pertama kali menaiki sepeda motor. Selain itu, berkat penyaluran tenaga yang halus, pengendara tidak sulit mengendalikan tenaga ketika be-akselerasi dan mengerem. Saat akselerasi dari posisi diam atau dari dalam tikungan, roda belakang CBR tidak berputar terlalu liar meski gas dibuka besar secara mendadak. Efeknya, akselerasi CBR lebih halus dan mantap karena ban belakang tidak berputar liar. Dengan keuntungan ini, pengendara bisa buka gas lebih awal dan besar tanpa khawatir akan resiko besar tergelincir (sliding) di dalam tikungan. Kelebihan lainnya, mesin 1 silinder (1 piston dan 4 klep) 250 malah lebih irit BBM.
Sisi lemah dari mesin 1 silinder adalah daya kuda yang tidak besar dan terbatasnya RPM mesin. Dengan hanya 1 piston dan 4 klep, jelas sekali , produksi tenaga mesin cenderung lambat sehingga penyalurannya juga lambat (khususnya akselerasi). Mesin ini juga tidak dapat menghasilkan RPM tinggi dan daya kuda besar karena mesin 1 silinder rentan terhadap getaran yang besar. Kekurangan ini bisa ditutupi dengan menambahkan balancer meski ini tidak akan menghilangkan masalah. Karena itu, insinyur biasanya sengaja membatasi RPM dan daya kuda agar mesin 1 silinder tetap memiliki daya tahan yang tinggi dan tidak mengalami getaran keras yang dapat mengganggu stabilitas rangka. Akibat terbatasnya tenaga dan RPM, kecepatan puncak yang dapat dihasilkan mesin juga terbatas. Lagipula, karena hanya 1 silinder, bobot mesin biasanya besar lantaran ukuran kepala piston dan onderdil mesin lainnya juga besar.
Mesin multi silinder unggul dalam hal bobot. Dengan dua silinder, ukuran piston, klep dan onderdil lainnya bisa diperkecil sehingga bobot total dari mesin relatif lebih ringan dari mesin 1 silinder. Jadi, jangan dikira keberadaan 2 silinder (2 piston dan 4 klep) pada mesin 2 silinder akan membuat mesin menjadi lebih berat dari satu silinder.  Keuntungan lain dari mesin 2 silinder adalah kemampuannya dalam memproduksi tenaga yang lebih besar dan dalam waktu yang lebih cepat. Selain tenaga yang besar, mesin multi silinder bisa meraih RPM lebih tinggi dan kecepatan puncak lebih tinggi. Ini berdampak pada akselerasi yang kuat (liar). Kelebihan lainnya dari konfigurasi multi silinder adalah rendahnya getaran mesin berkat keberadaan 2 silinder yang bekerja sama untuk memproduksi tenaga.
Meski begitu, mesin multi silinder juga memiliki kekurangan akut. Kemampuan dalam menghasilkan tenaga besar menjadi bumerang lantaran mesin seperti mengharuskan adanya rangka yang kuat untuk menjaga stabilitas mesin. Selain itu, keberadaan 2 silinder membuat proses perawatan mesin lebih rumit karena mekanik berhadapan dengan banyak komponen mesin daripada mesin 1 silinder. Ya, bayangkan saja mesin 2 silinder yang memiliki 2 piston, 8 klep, 2 seher, dsb. Keberadaan komponen mesin yang lebih banyak, khususnya piston dan klep, membuat mesin multi silinder menyerap lebih banyak BBM dalam proses pembakaran.
Praktik Lapangan
Di atas kertas, mesin multi silinder akan mengunguli mesin 1 silinder. Apalagi, premis yang berlaku adalah semakin banyak silinder, semakin besar tenaga yang dihasilkan berkat efisiensi dalam produksi tenaga. Sayangnya, keunggulan mesin multi silinder bukanlah keunggulan mutlak. Karena itu, saya membandingkan CBR 250 dengan Ninja 250 dalam hal kinerja di jalan raya.
Satu hal pasti, mesin 2 silinder jelas membuat Ninja 250 ber-akselerasi lebih cepat daripada CBR 250. Dengan 2 piston dan 8 klep, pengendara Ninja hanya perlu buka gas sedikit dan sepeda motornya sudah mampu menghasilkan tenaga besar yang bisa dipakai untuk akselerasi di lintasan lurus. Berkat banyaknya komponen pada mesin, Ninja 250 tidak megalami getaran kuat pada kecepatan tinggi (dan RPM tinggi), Kawasaki tidak mengalami getaran sekuat CBR 250. Tenaga besar dari Ninja juga membantu sepeda motor ini dalam hal adu kecepatan puncak di lintasan lurus yang panjang.
Sedang CBR 250 tidak bisa menyamai kinerja Ninja 250 dalam hal tenaga besar dan akselerasi kuat. Ini terjadi karena mesin CBR hanya memiliki 1 piston dan 4 klep sehingga sepeda motor CBR tidak memiliki efisiensi produksi tenaga sebaik mesin 2 silinder (2 piston dan 4 klep) Ninja. Produksi tenaga yang lebih rendah, RPM rendah dan kecepatan puncak rendah juga membuat CBR mudah sekali dilewati saat start dari posisi diam dan di lintasan lurus. Akan tetapi, kelemahan CBR justru menjadi kekuatan dalam dua hal.
Dalam kondisi menikung, CBR 250 justru menunjukan kemampuan yang lebih baik daripada Ninja 250. Ingat, mesin 1 silinder CBR memiliki tenaga dan RPM yang lebih rendah daripada Ninja. Saat deselerasi dalam kondisi mengerem, motor CBR justru lebih cepat melambat tanpa harus menggunakan pengereman kuat. Hanya dengan menutup gas dan menekan tuas rem sedikit, pengendara CBR bisa mengerem lebih telat daripada Ninja ketika akan masuk tikungan. Sedangkan pengendara Ninja harus mengerem lebih awal di awal tikungan jika ia ingin masuk rapat ke sisi dalam tikungan. Kalaupun pengendara Ninja melakukan pengereman telat seperti CBR, ia harus mengerem dengan kuat dan hal ini akan berdampak pada penurunan drastis kecepatan sepeda motor.
Saat berada dalam tikungan, CBR memiliki kecepatan menikung (speed cornering) yang jauh lebih baik daripada Ninja. Berkat produksi tenaga yang lambat, pengendara CBR dapat menjaga kecepatan dalam tikungan hanya dengan menahan putaran selongsong gas dan ketika ia akan keluar tikungan, pengendara CBR bisa buka gas lebih awal dan besar tanpa khawatir akan resiko tergelincir (sliding). Penyaluran tenaga yang lambat di tikungan sebetulnya sama dengan penyaluran tenaga yang lembut. Dalam kondisi ini, saat selongsong gas diputar lebih awal, mesin menyemburkan tenaga dengan lembut dan bertahap sehingga dan dalam, roda belakang tidak mudah mengalami gejala berputar di tempat (spin) besar yang beresiko menciptakan roda liar. Sebaliknya, pengendara Ninja 250 tidak bisa buka gas besar saat di dalam tikungan karena penyaluran tenaga yang liar berpotensi menciptakan gejalan spin besar dan beresiko membuat sepeda motor tergelincir di dalam tikungan. Hal yang paling bijak dilakukan pengendara Ninja 250 adalah dengan memutar gas perlahan dan menahannya sedikit hingga sepeda motor keluar dari tikungan sepenuhnya sebelum ia memutar gas besar-besar. Dalam proses, ini membuat CBR sepenuhnya mengendalikan kondisi di dalam tikungan dan melesat keluar lebih cepat daripada Ninja. Dalam sebuah video di bawah ini, kita bisa melihat CBR 250 mampu melewati Ninja 250 berkali-kali ketika ke-2 motor berada di dalam tikungan.
Kekurangan Ninja 250 di dalam tikungan juga disebakan oleh bobotnya yang lebih berat daripada CBR 250. Meski saya mengatakan bobot mesin multi silinder lebih ringan daripada 1 silinder, hal ini tidak terjadi pada Ninja. Satu penjelasan yang memungkinkan adalah penambahan bobot pada Ninja 250 disengaja untuk menjaga stabilitas kendaraan ketika mesin menyemburkan tenaganya yang besar. Perlu disadari, mesin dengan tenaga besar berpotensi menciptkan getaran besar apabila rangka kendaraan tidak sanggup menyerap energi getaran yang timbul. Jadi, insinyur Kawasaki sengaja memberikan rangka yang lebih berat agar pengendara tidak kewalahan saat sepeda motor melaju pada kecepatan tinggi. Di CBR, insinyur Honda merancang rangka yang ringan karena mereka tahu tenaga mesin CBR yang tidak sebesar Ninja tidak akan menciptakan getaran yang berlebihan. Apalagi, mereka sudah menambahkan balancer untuk menjaga kestabilan mesin saat bekerja pada RPM tinggi. Hasilnya, CBR 250 lebih lincah saat melakukan manuver di tikungan daripada Ninja. Bobot yang lebih ringan juga memudahkan pengendara mengubah arah saat masuk tikungan untuk melesat keluar lebih cepat karena tenaga mesin mempuni untuk menghela bobot kendaraan dari posisi miring ke tegak lurus saat berakselerasi di tikungan.
Kesimpulan
Sulit untuk mengatakan sepeda motor mana yang terbaik untuk kelas 250 cc di Indonesia setelah melihat bagaimana kedua sepeda motor memiliki karakteristik yang unik dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Secara pribadi saya menyarankan agar konsumen memilih sepeda motor yang sesuai dengan kepribadian masing-masing. Pengendara yang agresif dan suka kecepatan tinggi pasti akan nyaman dengan karakter liar dari Ninja 250 yang memiliki tenaga mentah (raw power) yang besar. Di sisi lain, pengendara yang menyukai sepeda motor yang lincah, ringan, dan bertenaga lembut akan menikmati pengalaman bekendara dengan CBR 250. Tentang konsumsi BBM, saya yakin CBR dan Ninja tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan untuk diperbandingkan. Toh, di jalan raya, konsumsi BBM selalu relatif dengan kondisi lalu lintas, suhu udara, dan teknik bekendara.
Untuk referensi lebih lanjut, saya persilahkan Anda menonton video di bawah ini yang menunjukan pengujian CBR 250 dengan Ninja 250 di lintasan balap. Sepeda motor yang diuji bukanlah tipe standar melainkan yang sudah di setel untuk balap. Anda akan menyaksikan betapa CBR jauh lebih lincah dan cepat saat mengatasi Ninja di kelokan dalam kecepatan tinggi. Itu semua berkat power delivery yang lembut dan bobot yang ringan. Biarpun begitu, pengendara CBR juga mengakui kekuatan tenaga Ninja saat masuk lintasan lurus.


Selain itu, Anda bisa membaca hasil pengujian CBR 250 dan Ninja 250 yang dilakukan oleh media Cycle World. Hasilnya pasti akan membuat pendukung Ninja 250 terkejut. Jika Anda tidak setuju dan keberatan dengan kesimpulan yang mereka buat, silahkan tulis keberatan Anda pada redaksi Cycle World atau menghubungi mereka lewat Facebook Page.

0 komentar:

Posting Komentar